Cinta pertama (part 1)

Cinta pertama (part 1)
(intro)

Jika harus kembali kemasa lalu, aku akan memilih untuk kembali kemasa dimana aku dan kamu masih tampak lugu menyambut ''first love''. Jika ada orang yang bilang cinta pertama akan bersemayam dengan kekalnya di lubuk hati, akulah orang yang dengan semangat mengatakan ''IYA''.
Cerita ini tentang kisah siswi Sekolah menengah pertama yang gembira dengan cinta pertamanya. Bukan soal cintanya yang bersambut, tapi tentang penantian gadis yang terlalu mendambakan sosok pangeran yang dia elu-elukan. Pangeran yang ternyata akan membuat hatinya merasa pecah di setiap bagian.


***
Suasana gedung SMP 662 Jakarta cukup ramai. Terlebih gerombolan siswa yang masuk siang menambah sibuknya sekolah siang itu. Kebetulan siang ini adalah siang pertamaku menjadi murid di SMP ini. dengan memasang wajah polos aku berusaha tersenyum agar cepat mendapatkan teman.
Beberapa saat kemudian aku sudah sampai diambang pintu kelas yang nantinya akan aku tempati selama belajar di sekolah ini. akupun disambut dengan berbagai ekspresi. Ada yang memandang sinis, namun tidak sedikit yang memandang ramah terhadapku. Kasak-kusukpun terdengar.
“ehh itu murid baru ya?”, seseorang bertanya.
“iya kali. Darimana ya dia?”, seseorang lainnya menimpali.

aku memilih duduk di deret bangku ketiga lalu duduk diam memaku. Bukan karna sifatku yang pendiam tapi karena aku belum memiliki teman bicara di kelas ini. aku hanya bisa mendengar bisik-bisik teman kelas baruku itu. Kediamanku kemudian dipecahkan oleh teguran ramah seorang siswi.

“lo murid baru ya”, katanya sembari tersenyum.
“iya”, jawabku singkat.
“oh iya kenalin nama gue, astuti. nama lo siapa?”, tanyanya sekali lagi.
“ehmm nama saya one”, balasku dengan dialek anak daerah Sulawesi yang masih kental. tidak berselang lama setelah astuti mengajakku berkenalan datang beberapa siswa memperkenalkan diri.
“eh lo pindahan dari mana sih?”, ucap salah satu siswa.
“gue dari Makassar”, kataku dengan dialek Jakarta yang terlalu dibuat-buat.

***
Sudah seminggu aku bersekolah dan sudah memiliki banyak teman walaupun hanya disekitaran kelas. Aku masih terlalu malas untuk berkenalan dengan anak dari kelas lain.
Hari ini adalah hari dimana kampanye pemilihan ketua osis dimulai. Dan bel istirahat menandakan kampanye calon ketos di lapangan basket akan segera dimulai.
''eh one liat kampanye ketos yuk'', ajak Yuni. Yuni adalah teman sebangkuku yang selalu tampak anggun dan berperawakan tenang. Belum sempat aku menjawab ajakannya, lenganku sudah ditariknya dengan cepat.
Awalnya aku tidak terlalu bersemangat melihat kampanye calon ketos ini. apalagi aku tidak mengenal satupun kandidatnya. Lapangan basket menjadi sangat riuh oleh suara masing-masing tim pemenangan. Sehingga terlihat seperti kampanye calon walikota.

Setiap calon bergantian naik kemimbar menyampaikan visi misi mereka dengan cara yang menarik. Semua pidato mereka kusambut dengan muka datar dan lamunan. Lalu kandidat nomor empat naik keatas mimbar, dan tiba-tiba Yuni membuyarkan lamunanku dengan senggolan sikutnya.
“eh itu Dira, yakin deh dia pasti bakalan kepilih”, ujar Yuni. “loh kok bisa?”, kilahku atas keyakinannya
“lah liat aja, dia kan cakep tuh, pasti banyak yg pilih deh, yakin deh gue”, jawab Yuni menyakinkan pendapatnya. Aku hanya membalas dengan memasang wajah heran. Lah, emang cakep yang jadi penilaiannya? Tanyaku dalam hati.

**
Bel kembali berbunyi, tanda kampanye calon ketua osis telah usai. Siswa kembali sibuk dengan aktivitas sekolahnya. Akupun berjalan kembali kekelas bersama dengan Yuni. Lalu tanpa sengaja kami berpapasan dengan Dira, si kandidat nomor empat. Entah ada angin apa, si Dira ini tersenyum kepada Yuni, ya mungkin karena mereka sekelas saat kelas satu. Dan saat berpapasan itulah, aku melihat Dira lebih dekat. Tidak membutuhkan waktu lama untukku agar aku bisa menyetujui pendapat Yuni tentang kegantengan Dira.
“eh yun, lo bener ya, ternyata si Dira cakep,manis baik pula”, kataku refleks. Yuni sontak menoleh kearahku dengan tatapan heran dan tertawa.
“lo suka ya sama dia?” tanyanya sembari tertawa. Dengan sedikit gugup akupun menyangkal.
“suka apaan. Ga lah”, kilahku.
“banyak yang suka sama dia. jadi jangan deh”, ujar Yuni. Mendengar pernyataan Yuni tentang Dira, nampaknya dia memang lelaki yang istimewa disekolah.

Komentar

Postingan Populer