Am I too bad for someone who I loved?

Awal mulanya kita berkenalan 7 Tahun lalu, kami berteman dan menjadi Akrab, Kami selalu berbagi cerita menarik bersama. Kami tahu kami saling memiliki perasaan, kami saling bias merasakan atmosfer itu, sampai akhirnya dia terangkat dan harus tugas jauh, kami bertemu untuk terakhir kalinya sampainya akhirnya kita terpisah jauh sekali, sejak dia pergi ke tempat tugasnya yang baru, saya akhirnya diterima kerja di Depok seperti mimpi saya yang saya sampaikan dengannya di pertemuan terakhir, saya bilang saya ingin kerja di NGO professional di Ibu Kota, atau kalau tidak seperti itu, mungkin saya ingin lanjut S2 dengan beasiswa, ternyata Allah SWT maha baik, dia menjawab 2 omongan ku di tahun yang sama, awal tahun saya berangkat ke Jakarta dan merasakan bekerja di NGO professional 4 Bulan, hingga akhirnya saya dinyatakan diterima beasiswa di salah satu negara di Asia. Sebenarnya setelah kita berpisah malam itu, ada satu tujuan yang kita bisa ambil ‘’Kita ingin bersama’’ akhirnya kita lebih intens lagi dari biasanya, sampai akhirnya saya berangkat ke Negara tujuan, dia pun menyampaikan isi hatinya bahwa dia telah memiliki perasaan jauh sebelumnya, malam itu adalah malam paling bahagia bagi kita berdua, kita sepakat merangkai mimpi bersama 3 hari sebelum keberangkatan saya ke Negara tujuan. Kita sedih, kita semakin terpisah oleh jarak, tapi malam itu kita sepakat mimpi ini harus dilanjutkan, termaksud mimpi hidup bersama dengannya. Waktu berjalan, setahun kemudian diakhir tahun sebelum kami genap 2 Tahun menjalin kebersamaan, Dia tiba-tiba memutuskan untuk tidak lagi berjuang, dengan alasan lelah dengan jarak, kamu tahu betapa kacaunya Aku pagi itu, menerima pesan singkat dari dia. Sungguh kacau, Aku harus sendiri berjuang merangkai kembali hati yang sudah ku rangkai bersama lalu dihancurkan dalam sehari. Aku terus meratapi diriku selama seminggu, setelah seharian memohon untuk tetap bertahan, tapi percuma dia sudah kehilangan perasaan padaku (Katanya). Aku terus menyalahkan diriku, Aku terus memohon dan memohon, ternyata itu tidak membuatnya kembali. Minggu kedua, Aku sudah mulai menerima, tapi ternyata tetap saja saya masih diserang sakit hati secara dalam. Kamu tahu rasanya. Sakit. Saat ini aku sedang berada pada titik terendahku, saya tidak bisa pungkiri saya ingin kamu, saya berdoa menggadai Tuhan agar kamu kembali, semakin saya berdoa semakin saya merasa jauh. HIngga di minggu ketiga kuputuskan untuk tidak lagi memohon itu pada Tuhan, Aku hanya menangisi dan meminta maaf atas keegoisanku beberapa minggu ini yang terlalu memaksa Tuhan. Semuanya telah berubah yang tadinya manis berubah menjadi pahit, yang ku fikir adalah bagaimana aku melalui sisa kuliahku disini dengan keadaan yang berat di diri saya sendiri. Nyatanya dia telah memilih yang lain memulai kisah daripada merajut kembali kisah kami. Saya seperti kehilangan diri saya sendiri, saya terus menyalahkan keadaan hingga akhirnya saya sedikit perlahan-lahan sadar, tidak ada yang berubah semua terjadi begitu saja kita hanya harus siap menunggu masalah itu datang, cepat atau lambat. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer